Nyatakanlah Welas Asihmu Dalam Tindakan


Selamat Datang di ANJALI
Dengan sikap ANJALI _/\_ dan dengan segala rasa hormat saya ucapkan selamat datang di blog ANJALI ini. Semoga ANJALI bisa memberikan manfaat kepada Bapak/Ibu dan Saudara/i Sedharma.

10 Point Berani Sukses


“MANUSIA SUKSES ADALAH MANUSIA YANG BERANI MENARIK GAMBAR SUKSES YANG AKAN TERJADI NANTI KEDALAM PIKIRANNYA SAAT INI DAN SEKALIGUS BERANI MEWUJUDKANNYA!”

Sebuah sukses harus di raih melalui perjuangan dan langkah-langkah yang tepat. Jika langkahnya salah, orang tidak akan sampai kepada tujuannya.

Langkah 1
Pikirkan apa yang BERANI anda IMPIKAN
Banyak orang yang ingin sukses tapi takut bermimpi, takut mempunyai cita-cita, takut menetapkan target, bahkan takut menetapkan tujuan. Apapun peranan dalam posisi, anda harus berani bermimpi meraih meraih puncak prestasi kesuksesan.”Anda adalah apa yang anda pikirkan.”

Langkah 2
Inginkan apa yang BERANI anda PIKIRKAN
Bila anda berani berpikir bahwa anda mampu meraih puncak prestasi dan kesuksesan anda harus benar-benar menginginkannya. Jika tidak demikian, anda tidak akan meraih energi yang besar untuk meraih mimpi anda.

Langkah 3
Putuskan apa yang BERANI anda INGINKAN
Setelah anda sungguh-sungguh mengginginkan apa yang berani anda pikirkan, buatlah keputusan yang pasti untuk meraihnya. Inilah titik tolak gerak anda menuju kepada tujuan yang sudah anda pikirkan.

Langkah 4
Rencanakan apa yang BERANI anda PUTUSKAN
Jangan bertindak tanpa perencanaan karena itu membuat anda tidak fokus. Bertindaklah sesuai rencana kendaraan bisnis anda. Buatlah rencana sukses untuk jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang, dan mulailah saat ini juga.

Langkah 5
Lakukan apa yang BERANI anda RENCANAKAN
Orang sukses adalah orang yang berani menjalankan rencana bisnisnya secara konsekuen dan Pantang Menyerah. Tidak ada bisnis yang selalu diatas, tanpa tantangan, dan hambatan. Berbekal perencanaan, orang dapat melangkah dengan fokus.

Langkah 6
Yakini apa yang BERANI anda LAKUKAN
Orang yang memiliki keyakinan kuat terhadap apa yang dilakukannya, pasti lebih besar kemungkinannya untuk berhasil daripada orang yang tidak memiliki keyakinan. Jika anda meyakini sepenuh hati bahwa menjalankan
pekerjaanyang anda tekuni saat ini akan mengantarkan anda kepada keberhasilan, maka anda pasti akan kesana.

Langkah 7
Perjuangkan apa yang BERANI anda YAKINI
Keyakinan saja tidak cukup! Anda harus berjuang sekuat tenaga untuk mencapai tujuan anda. Anda harus berjuang dengan berani tanpa takut gagal , sampai titik darah penghabisan. Gunakan cara berfikir “serba mungkin” untuk menuju titik target yang telah anda tetapkan.

Langkah 8
Sukseskan apa yang BERANI anda PERJUANGKAN
Jangan melangkah setengah-setengah. Jika anda meyakini dan berani berjuang dengan kendaraan anda masing-masing, anda harus mampu menyukseskan langkah-langkah anda tersebut. Berusahalah untuk selalu selalu sukses dalam langkah dan tindakan anda, sekecil apapun itu.

Langkah 9
Nikmati apa yang TELAH BERANI anda SUKSESKAN
Setelah anda behasil melalui target-target dan tujuan anda, nikmatilah hasilnya. Kalau di awal perjuangan anda berani bermimipi punya rumah mewah, mobil mahal, pesiar keliling dunia, lakukan seperti itu seperti apa yang anda impi-impikan. Anda pantas dan harus menikmati perjuangan anda


Langkah 10
Sadari apa yang SEDANG anda NIKMATI
Orang sukses sejati memehami betul bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Sukses bisa bersifat sementara dan kadang orang harus berjuang dan berjuang lagi. Sukses sejati harus di dukung oleh kepribadian dan sikap mental yang positif dan sukses sejati harus ditopang sebagai kehidupan spiritual (agama) yang sangat kokoh.




Sumber :
Andrie Wongso

Uang dan Kerikil


Pada suatu hari di sebuah areal pembangunan sebuah gedung besar, seorang bos kontraktor tengah berada di lantai atas gedung. Ia merasa ada sesuatu miliknya ketinggalan di lantai bawah. Ia melihat seorang buruh bangunan sedang mengebor, sehingga menimbulkan suara yang sangat bising. Sang kontraktor memanggil buruh beberapa kali untuk mengambilkan barangnya tersebut, namun buruh itu tidak mendengarnya karena suara bor yang terlalu keras.

Sang kontraktor memutar otak, ia memikirkan berbagai cara untuk memanggil buruh itu. Akhirnya ia mendapatkan ide, ia akan melemparkan benda ke bawah, agar buruh tersebut dapat melihat ke atas. Pertama-tama ia melemparkan uang 10 ribu rupiah ke bawah, dan mengenai bahu sang buruh. Buruh itu melihat uang itu dan langsung memasukkannya ke kantongnya dengan senyum penuh kemenangan.  

Merasa tak puas, kontraktor melemparkan uang 100 ribu rupiah ke bawah, dan mengenai buruh itu. Sambil tertawa terbahak-bahak, sang buruh memungut uang itu dan memasukkannya ke dalam kantongnya. Bos kontraktor pun menjadi gerang, ia heran mengapa buruh itu tidak mau melihat ke atas, ke arah uang itu jatuh. Akhirnya dengan penuh amarah, ia melemparkan kerikil kecil ke arah buruh, dan mengenai helmnya. Buruh itu pun marah, mencari-cari siapa pelempar kerikil dan melihat ke arah atas. Akhirnya buruh pun dapat melihat sang kontraktor.

Saudara-saudara terkasih, begitulah sifat kita manusia pada umumnya. Kita biasanya lupa akan Tuhan sewaktu memperoleh rezeki dan berkah. Kita menganggap adalah hal yang biasa jika kita memperoleh berkah dan sebaliknya menganggap ada yang salah jika kita mendapatkan masalah. Hal ini membuat kita hanya ingat Tuhan sewaktu kita dalam masalah. Bahkan kita sering mengutuk Tuhan, dengan menyatakan Tuhan tidak adil lah, tidak sayang terhadap umatNya lah, murka lah, atau dengan penilaian negatif lainnya seaktu kita menderita. Padahal berkah yang kita dapatkan selama ini melebihi penderitaan yang kita alami. Kita sudah membuat Tuhan susah menjadi Tuhan.

Manusia cenderung fokus ke penderitaan daripada kebahagiaan. Seperti sabda sang Buddha, kebahagiaan beratus-ratus hari dihapuskan oleh  penderitaan beberapa hari. 365 hari setahun, 363 hari sehat, 2 hari sakit keras, kita sudah tidak bisa berbahagia lagi. Begitulah kita sebagai manusia, sangat lucu juga dipikir-pikir dengan logika.

Marilah kita belajar untuk menjadi seorang manusia yang selalu bersyukur atas rahmat kasih Tuhan yang berlimpah ruah. Tuhan telah menganugerahkan berbagai hal untuk kita anak-anakNya agar kita dapat berbahagia. Namun kita seringkali tidak menyadari hal itu, karena kita menganggapnya adalah hal yang BIASA. Mari kita ganti pandangan tersebut, dari BIASA menjadi LUAR BIASA.

Coba kita pelajari keajaiban-keajaiban alam yang ada di sekitar kita. Cahaya matahari yang menyinari bumi tanpa mengeluh, cahaya rembulan menemani kita kala malam tiba, semilir angin yang senantiasa menyapa kita dengan lembut, gemerlap bintang bagai mata sang Bunda, langit biru melukiskan lapangnya jiwa Bunda yang selalu memaklumi kelemahan dan kesalahan kita. Ini semua adalah perwujudan kasih Tuhan yang tiada batas buat kita melalui alam semesta. Di manakah kita melihat kasih alam yang berlimpah? Belajarlah melihat kasih alam, maka kita akan melihat betapa berlimpahnya kasih Tuhan kepada kita. Untuk itu, mulailah hari dengan syukur dan syukur.

Lalu bagaimana jika kita tengah menghadapi cobaan, penderitaan, dan masalah? Satu hal yang harus diingat adalah Tuhan selalu bersama kita dalam kondisi apa pun, tak peduli saat kita berada di mana saja, kapan saja, Tuhan menemani kita dengan kasihNya. Lagipula melalui masalah, Tuhan ingin kita tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Tuhan ingin kita memetik buah-buah kebijaksanaan dari kebun penderitaan yang kita miliki. Kita tidak akan pernah maju jika tidak pernah gagal dan ingatlah tidak ada orang sukses yang tidak pernah gagal. Thomas Alfa Edison saja butuh beratus-ratus kali percobaan sebelum akhirnya menciptakan bola lampu.

Jadi, mari kita melihat uang dan kerikil itu sebagai cahaya kasih Tuhan yang tak pernah padam.  Insafilah bahwa Tuhan selalu menemani kita kapan pun dan di mana pun. Asalkan kita tulus membuka hati untukNya, maka cahaya kasih Bunda akan menyinari jiwa kita. Hidup kita pun akan bahagia selamanya.
Uang dan kerikil adalah dualitas dunia, pandanglah sebagai kasih Tuhan yang tak pernah padam kepada kita anak-anaknya agar kita dapat berkembang dalam kasih dan kearifan sehingga dapat berbahagia selamanya
Hidup ini adalah pilihan. Begitu juga dengan kebahagiaan, kita sendirilah yang memilih untuk berbahagia dalam setiap kejadian.

Salam nurani dalam kasih Tuhan yang abadi.

>>>>Di kutip dari ceramah Pdt. Halim Zen Bodhi <<<<

Saraniya Dhamma

1. Mettakaya-kamma

Metta-kayakamma adalah melakukan perbuatan baik dengan cara menyebarkan cinta kasih (Metta) dalam bentuk perbuatan jasmani (Kaya-Kamma) kepada sesama, baik didepan umum maupun pribadi, baik sewaktu mereka ada atau tidak. Dengan cinta kasih ini kita dapat membantu dan gotong-royong secara ringan tangan kepada semua lapisan masyarakat yang membutuhkan bantuan tanpa membeda-bedakan suku, agama dan ras. Apapun perbuatan yang telah dilakukan hendaknya disertai dengan cinta kasih. Inilah perbuatan yang membuat saling dikenang, saling dihormati, menunjang untuk saling menolong dan ditolong, menciptakan kerukunan dan kesatuan.

“Dalam hal ini para Bhikkhu, seorang Bhikkhu menyertakan cinta kasih (metta) dalam perbuatan jasmani (kaya-kamma) terhadap sesama teman kehidupan suci, baik didepan umum mapun pribadi. Inilah satu ajaran untuk diingat, untuk dicintai dan untuk dihormati, demi kerukunan, bebas dari pertentangan, keharmonisan dan persatuan”(Wowor, tanpa tahun: 56).
Memang Buddha menjelaskan hal ini kepada para Bhikkhu tetapi hal ini dapat dilakukan dan dipraktekkan bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan. Semua manusia membutuhkan cinta kasih dan mempunyai cinta kasih. Manusia tidak hidup sendiri dan tentu saja juga tidak bekerja sendiri, ia harus berhubungan dan membutuhkan dukungan orang lain, selalu ada interaksi dan interpedensi. Jangan menganggap orang lain sebagai lawan tetapi anggaplah sebagai kawan, teman, mitra, sekutu yang saling melengkapi. Dengan menanggapi pihak lain sebagai lawan, maka akan timbul kebencian dan permusuhan yang akan menimbulkan perpecahan sehingga kerukunan tidak akan terwujud. Tetapi dengan kita mempraktekkan cinta kasih kita melalui perbuatan maka gotong royong dan kebersamaan akan terjalin.

2. Mettavaci-kamma

Metta-vacikamma adalah melakukan perbuatan baik dengan cara menyebarkan cinta kasih (Metta) dalam bentuk ucapan (Vaci-kamma) terhadap sesama, baik didepan umum maupun pribadi, baik sewaktu mereka ada atau tidak. Hendaknya setiap kata-kata yang kita ucapkan kepada siapa saja, dimanapun kita berada selalu disertai dengan cinta kasih. Inilah perbuatan yang membuat saling dikenang, saling dihormati, menunjang untuk saling menolong dan ditolong, menciptakan kerukunan dan kesatuan.

“Begitu juga para Bhikkhu, seorang bhikkhu menyebarkan cinta kasih (metta) dalam bentuk perbuatan ucapan (vaci kamma) terhadap sesama teman kehidupan suci, baik didepan umum maupun pribadi, baik sewaktu mereka ada atau tidak. Inilah satu ajaran untuk di ingat, untuk dicintai dan untuk di hormati, demi kerukunan, bebas pertentangan, keharmonisan dan persatuan”(Wowor, tanpa tahun: 57).

Setiap kata yang kita ucapan hendaknya disertai dengan cinta kasih, yaitu menghindari bicara yang tidak benar diantaranya adalah menghindari bicara kasar, memfitnah, omong kosong, dan berbohong. Sekali kita berbicara yang tidak benar, maka dalam waktu yang sangat lama akan di cap sebagai pembohong, pemfitnah, dan penipu untuk suatu jangka waktu yang sulit dilupakan begitu saja. Demikian juga kebiasaan kita mencaci maki seseorang dengan kata-kata yang kasar akan menciptakan kebencian orang lain terhadap diri kita sendiri. Akibat dari pembicaraan yang tidak benar tersebut akan menyebabkan perselisahan, pertengkaran, dan percekcokkan di dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.

3. Mettamano-kamma

Metta-manokamma adalah melakukan perbuatan baik dengan cara menyebarkan cinta kasih (Metta) dalam bentuk perbuatan pikiran (Mano-kamma) terhadap sesama, baik didepan umum maupun pribadi, baik sewaktu mereka ada atau tidak. Setiap hal yang kita pikirkan hendaknya disertai dengan cinta kasih. Inilah perbuatan yang membuat saling dikenang, saling dihormati, menunjang untuk saling menolong dan ditolong, menciptakan kerukunan dan kesatuan.

“Begitu juga para Bhikkhu, seorang bhikkhu menyebarkan cinta kasih (metta) dalam bentuk perbuatan pikiran (mano kamma) terhadap sesama teman kehidupan suci, baik didepan umum maupun pribadi, baik sewaktu mereka ada atau tidak. Inilah satu ajaran untuk di ingat, untuk dicintai dan untuk di hormati, demi kerukunan, bebas pertentangan, keharmonisan dan persatuan”(Wowor, tanpa tahun: 57).
Umat manusia tercipta bukan hanya dari tubuh jasmani tetapi juga dari pikiran. Dengan dilengkapi oleh pikiran, manusia menjadi bisa berpikir untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, itulah fungsi khusus pikiran. Melalui pikiranlah nilai umat manusia bisa dimengerti, dihargai, dan diikuti. Jika pikirannya tidak digunakan dengan cara yang rasional dan manusiawi, maka seseorang itu tidak berharga untuk dianggap sebagai umat manusia.

Sebagai umat Buddha telah kita ketahui bersama bahwa pikiran adalah pelopor, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk dari segala sesuatu, apabila pikiran kita baik maka hasilnya akan baik dan sebaliknya apabila pikiran kita buruk hasilnya akan buruk (Widya, 2002:3). Kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja hendaknya kita selalu memancarkan cinta kasih kita melalui pikiran. Dengan kita memancarkan cinta kasih kita melalui pikiran maka akan mengkondisikan terwujudnya cinta kasih melalui ucapan dan perbuatan.


Dalam agama Buddha pemancaran cinta kasih ini terdapat dalam paritta ”Karaniya Metta Sutta” . Di satu sisi, pembacaan paritta ini akan membersihkan dan memperkuat pikiran, membangun kekuatan tersembunyi dalam diri, sehingga mengakibatkan peningkatan spiritual dalam diri seseorang. Dengan berkembangnya cinta kasih dalam diri seseorang, pikiran tidak lagi dipengaruhi oleh keserakahan, kebencian, nafsu indra, iri hati, dan hal-hal lain yang mengotori batin yang merupakan musuh sesungguhnya dalam diri seseorang.

Di sisi lain, cinta kasih merupakan kekuatan pikiran yang dapat mempengaruhi makhluk lain siapapun dan dimanapun. Pancaran cinta kasih tidak hanya akan menciptakan ketenangan batin pada diri sendiri tetapi juga akan menciptakan ketenangan batin bagi orang yang mendapatkan pancaran cinta kasih, dengan pancaran cinta kasih ini akan menciptakan ketenangan, perdamaian dan kedamaian didalam diri maupun di alam semesta karena dengan cinta kasih ini akan menghilangkan sifat kebencian dalam diri seseorang yang merupakan penyebab dari perbuatan buruk. Pemancaran cinta kasih ini pun dapat menyembuhkan seseorang dari sakit yang parah, ini telah terbukti di Negri-negeri Buddhis (Widya, 2007:3).

4. Sadharanabhogi

Sadharanabogi adalah selalu berbagi kepada sesama apabila memperoleh keuntungan-keuntungan yang didapatnya secara benar. Dengan berbagi sesuatu yang telah kita dapatkan kepada sesama, walaupun sedikit maka akan menciptakan suatu kebersamaan. Inilah hal yang membuat saling mengenang dan dikenang, saling dicintai, saling dihormati, menunjang untuk saling menolong dan ditolong, menciptakan kerukunan dan kesatuan.

“Begitu juga para Bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah memperoleh pemberian-pemberian secara jujur dan benar, bahkan dengan isi mangkuknya sekalipun, ia tidak akan mempergunakan pemberian-pemberian itu tanpa membagikannya secara rata dengan sesama teman kehidupan suci yang memiliki sila. Inilah satu ajaran untuk di ingat, untuk dicintai dan untuk di hormati, demi kerukunan, bebas pertentangan, keharmonisan dan persatuan”(Wowor, tanpa tahun: 57).

Selalu berbagi ini dengan kata lain disebut dana. Orang yang berdana berarti orang yang memiliki kemurahan hati. Kita melakukan kemurahan hati sejati jika kita dapat memberi dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dalam ajaran Buddha selalu berbagi ini bukan hanya dalam bentuk materi saja tetapi berbagai macam bentuk, misalnya makanan, tenaga maupun pengetahuan bahkan organ tubuhnya.

Dalam ajaran Buddha, pemberian yang paling berharga adalah pemberian pengetahuan tentang kebenaran (Dhamma), karena Dhamma dapat membebaskan makhluk dari penderitaan. Pemberian ini memiliki kekuatan yang besar untuk mengubah kehidupan. Ketika seseorang menerima Dhamma dengan pikiran yang murni dan mempraktikkan kebenaran dengan sungguh-sungguh maka ia akan mengalami kebahagiaan, kedamaian dan kegembiraan yang lebih besar dalam pikirannya. Dengan melalui Dhamma, orang yang penuh kebencian menjadi welas asih, orang yang tamak menjadi murah hati, dan orang yang gelisah menjadi tentram (Dhammananda, 2003:244).

5. Silasamannata

Silasamannata adalah di depan umum atau pun pribadi, selalu menjalankan kehidupan bermoral, tidak berbuat sesuatu yang menyinggung dan melukai perasaan orang lain. Kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja hendaknya kita selalu menjalankan kehidupan yang bermoral dan saling menghormati. Inilah perbuatan yang membuat saling dikenang, saling dihormati, menunjang untuk saling menolong dan ditolong, menciptakan kerukunan dan kesatuan.

“Begitu juga para Bhikkhu, dalam hal tinggal bersama dengan sesama teman kehidupan suci, seorang Bhikkhu memiliki sila yang sama, baik di depan umum maupun pribadi. Ia melatih silanya secara lengkap dan sempurna, tanpa cela dan murni, yang bersifat membebaskan, di puji oleh para bijaksana, tidak terpengaruh oleh hal-hal duniawi dan membawa pada konsentrasi pikiran. Inilah satu ajaran yang untuk di ingat, untuk dicintai dan untuk di hormati, demi kerukunan, bebas pertentangan, keharmonisan dan persatuan” (Wowor, tanpa tahun: 57).

Moral dalam manifestasinya dapat berupa aturan prinsip, benar dan baik, terpuji serta mulia. Moral juga dapat berbentuk kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara dan bangsa. Sebagai nilai dan norma, moral dapat dibedakan menurut objeknya seperti moral ketuhanan, moral keagamaan, dan moral filsafat (Dhammananda, 2003:213). Umat Buddha berusaha untuk menjalankan praktik sila (kemoralan). Untuk umat awam terdiri dari lima sila yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berbuat asusila, tidak mengucapkan kata yang tidak benar, dan tidak mengkonsumsi makanan serta minuman yang menyebabkan lemahnya kesadaran.

Umat Buddha diharapkan untuk melatih dan mengembangkan sila. Moral, etika dan agama merupakan kendali yang harus diterapkan untuk memungkinkan hasrat yang penuh kasih memenangkan pergulatan melawan keserakahan dalam hati sanubari yang rumit. Pada masa sekarang ini, masyarakat hidup dalam dunia perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju, manusia memiliki kecenderungan untuk mengejar kekayaan material. Dalam kondisi yang demikian ini akan terjadi pergeseran nilai, diantaranya adalah ukuran terhadap martabat seseorang melalui kekayaan yang dimilikinya, bukan lagi dari sifat-sifat kebaikan orang tersebut. Disamping dorongan untuk mengejar kekayaan materi, manusia juga memiliki kecenderungan untuk memeperjuangkan kepentingannya sendiri (Individualitas).

Dari pernyataan tersebut maka seseorang harus mempunyai moral yang baik di depan umum atau pun pribadi. Disamping itu juga harus mempunyai sikap toleransi dan saling menghormati terhadap sesama sehingga tidak menyinggung perasaan orang lain. Telah disebutkan bahwa rasa hormat menimbulkan rasa hormat pula. Jika kita mengharap pemeluk agama lain untuk menghormati ibadah kita maka kita juga tidak boleh ragu untuk menunjukkan rasa hormat kepada mereka pada saat mereka melakukan ibadah. Sikap ini pasti akan mendukung hubungan yang lancar dan ramah dalam suatu masyarakat yang menganut berbagai agama. Agama Buddha telah menunjukkan toleransinya terhadap ajaran lain. Ini terbukti dengan fakta sejarah pada masa kehidupan Buddha, Raja Asoka dengan Prasati Asokanya, Jaman Majapahit dengan Kitab Sutasomanya.

Diceritakan pada waktu itu Nigatha Nataputha seorang guru besar dari sekte agama Jaina mengutus muridnya Upali yang cerdik dan pandai untuk berdialog dengan Buddha tentang hukum Kamma. Setelah berdialog Upali memperoleh kesadaran bahwa ajaran Buddha adalah ajaran yang benar sehingga upali mohon untuk diterima menjadi siswa Buddha. Tetapi dengan halus Buddha menolaknya, sambil meminta kepada Upali agar memikirkannya dengan sungguh-sungguh, apalagi Upali adalah siswa dari seorang guru besar terkenal dan terpandang di mayarakat. Setelah upali memohon kepada Buddha agar dapat diterima sebagai muridnya sampai tiga kali, barulah Buddha menerima upali sebagai penganutnya dengan syarat Upali harus mengargai bekas agamanya dan menghormati mantan guru besarnya. Memahami cerita diatas, maka Buddha telah menunjukkan besarnya toleransi terhadap agama lain.

Fakta sejarah selanjutnya adalah Prasasti Raja Asoka. Pada akhir abad ke-3 S.M., seorang Kaisar Buddhist yang termasyur dari India, bernama Asoka, telah mengikuti teladan mulia Buddha Gotama perihal kerukunan, sehingga beliau menghormat dan memberi bantuan kepada agama-agama lain dinegaranya. Raja Asoka di dalam menjalankan pemerintahannya, selalu menjaga toleransi dan kerukunan hidup beragama, semua agama pada waktu itu diperlakukan adil. Untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama tersebut, Raja Asoka telah mencanangkan kerukunan hidup umat beragama yang terkenal dengan “Prasasti Batu Kalinga No. XXII Raja Asoka”, yang isinya adalah:

“Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat demikian, kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang disamping memguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya, kita telah merugikan agama kita sendiri, disamping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu barang siapa yang menghormati agamanya sendiri dan mencela agama orang lain semata-mata karena didorong oleh rasa baakti pada agamanya sendiri dengan berpikir “bagaimana aku bisa memuliakan agamaku sendiri”. Dengan berbuat demikian, ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu kerukunan yang dianjurkan dengan pengertian bahwa orang hendaknya mau mendengarkan dan bersedia mendengarkan ajaran yang dianut oleh orang lain”(Jotidhammo, 2003: 16).
Melalui Prasasti Batu Asoka tersebut menunjukkan bahwa raja Asoka telah benar-benar mengamalkan hakekat dari ajaran toleransi dan menghimbau kepada rakyatnya untuk menghargai agama orang lain. Asoka telah menunjukkan bahwa penghormatan terhadap agama sendiri bukanlah berarti dengan cara mencela agama orang lain. bahkan menghormat agama lain sampai batas-batas tertentu atas dasar-dasar tertentu pula merupakan penghormatan terhadap agama sendiri. Kepentingan hidup bermasyarakat dan bernegara dapat dijadikan dasar tertentu bagi penghormatan agama lain.

Buddha sendiri pernah menyatakan kepada para siswanya, apabila ada orang yang mencela atau merendahkan ajaran beliau, janganlah karena hal itu para murid membenci dan memusuhinya. Sikap benci dan memusuhi akan meracuni pikirannya, tetapi sebaliknya mereka harus menunjukkan alasan yang tepat terhadap hal-hal yang dibenci atau dicela. Sebaliknya, apabila ada orang yang memuji ajarannya, maka para siswa tidak boleh berbangga diri dan sewenang-wenang. Kedua sikap itu akan meracuni pikirannya, tetapi para murid sebaiknya menunjukkan fakta berdasarkan alasan yang tepat (Jotidhammo, 2000:14).

Hal lain yang diungkapkan Asoka adalah kerukunan berdasarkan pengertian yang benar. Ia berharap pada kesediaan semua orang untuk memiliki pengetahuan agama-agama agar diperoleh pemahaman yang benar terhadap agama yang dianut maupun agama lain (Widya-Mukti, 2003:12). Pemahaman yang apa adanya terhadap agama yang dianut merupakan suatu cara untuk menumbuhkan pengertian yang benar terhadap agama yang bersangkutan. Langkah semacam itu pasti akan mengurangi atau menghilangkan fanatisme agama yang keras dan prasangka keliru turun-temurun yang sering kali menjadi biang keladi perselisihan antara umat beragama. Pengetahuan agama-agama dapat pula mengungkapkan beberapa hal yang peka mengenai masing-masing agama, yang perlu dijaga dan dihormati.

Pada zaman Majapahit telah berhasil mengantarkan Bangsa Indonesia memasuki zaman keemasan yang jaya, karena adanya kerukunan hidup beragama, yakni kerukunan umat beragama Hindu dan Buddha. Pada masa itu Mpu Tantular, seorang pujangga Buddhis pada jaman Majapahit adab ke-14, telah menyusun karya sastra “Sutasoma” yang didalam mukadimahnya tersurat sebuah kalimat yang memiliki makna untuk membina kerukunan, persatuan dan kesatuan umat beragama, yang berbunyi: “Siwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa” (Tim Penyusun, 2003:16). Kalimat tersebut sekarang di jadikan semboyan Bhinneka Tunggal Ika di lambang Negara Garuda Pancasila, yang mempunyai arti Walaupun Berbeda-Beda Tetapi Tetap Jua. Perbedaan bukanlah penghalang bagi kerukunan, justru kerukunan merupakan wujud dari perbedaan yang sudah saling menyadari pentingnya kebersamaan.

6. Ditthisamannata

Ditthisamannata adalah di depan umum ataupun pribadi, memiliki pandangan yang sama dengan berpedoman pada pandangan yang benar, hidup harmonis, tidak bertengkar karena perbedaan pendapat atau pandangan. Inilah perbuatan yang membuat saling dikenang, saling dihormati, menunjang untuk saling menolong dan ditolong, menciptakan kerukunan dan kesatuan.

“Begitu juga para Bhikkhu, dalam hal tinggal bersama dengan sesama teman kehidupan suci, seorang bhikkhu memiliki pandangan yang sama, baik di depan umum maupun pribadi, ia mempertahankan pandangannya yang mulia, yang bersifat membebaskan dan membawa ia yang berbuat sesuai dengan pandangan-pandangan itu pada penghancuran penderitaan secara total. Inilah satu ajaran yang untuk di ingat, untuk dicintai dan untuk di hormati, demi kerukunan, bebas pertentangan, keharmonisan dan persatuan” (Wowor, tanpa tahun: 57).

Setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda, sehingga perbedaan pendapat pasti akan terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan pendapat ini sering meyebabkan terjadinya konflik dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Oleh karena itu, kita harus berusaha mengerti mana yang baik, benar, dan bermanfaat. Mengerti mana yang buruk, salah, dan tidak bermanfaat kemudian secepatnya mengambil langkah perilaku yang baik yang menguntungkan diri sendiri, orang lain dan makhluk lain.

Dalam dialog pasti ada perbedaan pendapat, tetapi harus ada komitmen bahwa perbedaan pendapat itu harus dihargai. Mengemukakan dan menanggapi suatu pendapat dapat dilakukan dengan baik, tanpa menghina atau merendahkan dan memuji yang patut di puji tanpa iri hati. Buddha sendiri menganjurnya penganutnya untuk berkelompok mempelajari kebenaran bersama, tidak mempertengkarkannya, melainkan secara cermat memperbandingkan makna demi makna, kalimat demi kalimat, demi kebaikan orang banyak.

Dalam berdialog setiap orang mempunyai kebebasan bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Dalam ajaran Buddha sendiri dipenuhi dengan semangat kebebasan bertanya dan toleransi menyeluruh. Ajaran Buddha adalah ajaran tentang keterbukaan pikiran dan hati yang simpati, yang menerangi dan menghangatkan segenap semesta dengan sinar kebijaksanaan dan cinta kasih, memancarkan sinar keramahan pada setiap makhluk dalam perjuangan mengarungi samudra kelahiran dan kematian ( Dhammika, 2004:229).

Agama bukanlah suatu tawar-menawar tetapi merupakan suatu suatu jalan mulia untuk mencapai pencerahan dan keselamatan untuk diri sendiri dan orang lain. Jadi dengan demikian tidak ada manfaatnya apabila ada perdebatan dalam kehidupan beragama yang berujung pada suatu pertengkaran, Buddha menganjurkan para siswanya untuk tidak mudah percaya kepada-Nya secara membuta tetapi beliau menganjurkan untuk menganalisanya terlebih dahulu apakah itu bermanfat atau tidak. Ini sesuai dengan isi Kalama Sutta yaitu:

Jangan mudah percaya begitu saja tentang apa yang engkau dengar; jangan percaya begitu saja pada tradisi, desas-desus atau banyak omongan; jangan percaya begitu saja hanya karena hal itu tertulis didalam kitab agamamu; jangan percaya begitu saja pada kewenangan guru-gurumu; namun melalui pengamatan dan analisi, jika engkau temukan bahwa suatu hal sesuai dengan nalar dan mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi diri sendiri dan semua, maka terimalah dan hiduplah sesuai hal tersebut (Cintiawati, 2003:139).

Agama Buddha dipenuhi dengan semangat kebebasan untuk melakukan penyelidikan dan kesempurnaan toleransi. Merupakan ajaran bagi mereka yang terbuka pikirannya dan memiliki perasaan simpati untuk menerangi dan menghangati seluruh dunia dengan sinat kebijaksanaan dan kasih sayang pada semua makhluk yang berjuang di dalam lautan samsara (Narada, 1995:26). Agama Buddha begitu toleran sehingga beliau tidak pernah menggunakan kekuasaan-Nya untuk memberi perintah kepada pengikut-Nya. Beliau hanya menganjurkan, menasehati, dan menunjukkan jalan yang pantas untuk dilakukan.

Umat Buddha tentu tidak akan keberatan terhadap agama apa saja yang memberi jalan untuk menyelamatkan kehidupan atau mengakhiri penderitaan manusia. Dengan keyakinannya, pemeluk agama tersebut tentu benar-benar bertanggung jawab untuk menciptakan dunia yang sejahtera dan bahagia. Agama semacam itu membawa tindakan yang penuh kasih dan akan membantu para penganut agama lain sekalipun beda keyakinan (Wijaya-Mukti, 2003:154).

Tidak satu pun misi agama yang memerintahkan penganutnya berbuat jahat. Agama-agama semestinya mengembangkan kasih sayang dan menjadi inspirasi perdamaian dan kerukunan. Agama Buddha sebagai agama universal sangat mendorong terbentuk dan terpeliharanya perdamaian dan kerukunan hidup umat beragama, dimana contoh konkret telah ditunjukkan oleh Buddha sendiri ataupun oleh siswa-siswanya dalam pergaulan masyarakat yang majemuk, diantaranya yaitu: (1) Masa Kehidupan Buddha, (2) Masa Raja Asoka, Dan (3) Masa Keprabuan Majapahit.

Sifat misioner agama Buddha bersumber dari amanat Bhagava kepada enam puluh siswanya yang telah menjadi arahat. Mereka diutus kesegala pelosok dunia untuk membabarkan ajaran dan praktik kehidupan suci yang sempurna. Pembabaran diprioritaskan kepada mereka yang matanya tertutup sedikit debu, atau orang yang telah siap dan mampu memahaminya. Yang mana sabda sang Buddha kepada para siswa-Nya untuk menyebarluaskan Dhamma adalah ”Pergilah kalian, oh para Bhikkhu, demi kesejahteraan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar belas kasih kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dhamma ini, yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya dan indah pada akhirnya. Dalam semangat maupun ungkapan. Jalanilah kehidupan suci yang sempurna dan murni” (Dhammika, 2004:264).

Meskipun memiliki semangat misioner, agama Buddha sangat menghargai kebebasan setiap manusia untuk memilih dan menentukan sikapnya sendiri. Keyakinan agama tidak boleh dipaksakan. Bagi Buddha keyakinan bukanlah persoalan, yang penting bagaimana seseorang melakukan kebaikan untuk mengatasi penderitaan. Buddha menjelaskan bahwa ia menyampaikan ajaran tidak dengan keinginan untuk mendapatkan pengikut, atau membuat seseorang meninggalkan gurunya, melepaskan kebiasaan dan cara hidupnya, menyalahkan keyakinan atau doktrin yang telah dianut. Buddha hanya menunjukkan bagaimana membersihkan noda, menunjukkan jalan, dan meninggalkan hal-hal buruk yang menimbulkan akibat yang menyedihkan dikemudian hari.

Bersyukur Sumber Kebahagiaan


Jika kita mau hidup berbahagia, kita harus belajar bersyukur. Bersyukur adalah kemauan menghargai dan menikmati yang kita miliki. Semiskin apa pun hidup kita, jika kita mau mengahrgai dan menikmatinya, hidup kita pasti berbahagia. Sebaliknya sekaya apa pun kita, jika kita tidak bisa menghargai dan menikmatinya, hidup kita terasa begitu menderita. Bahkan jika seisi dunia telah menjadi milik kita pun, tidak cukup bila kita tidak bisa bersyukur. Tak ada kata cukup dan puas bagi orang yang tidak bersyukur, yang ada hanyalah rasa dahaga, lapar, dan miskin tanpa akhir.

Mari kita lihat saudara-saudara kita yang tengah berada di ruang ICU rumah sakit, mereka harus membayar puluhan juta untuk mendapatkan oksigen untuk bernapas. Sedangkan kita menerimanya dengan CUMA-CUMA. Kita sering mengeluh jika makanan yang kita makan bukan makanan favorit kita. Coba kita lihat penderitaan saudara-saudara kita di Afrika sana. Mereka kelaparan, kehausan, hidup di daerah yang kering, susah sekali mendapatkan makanan dan air minum. Banyak di antara mereka yang sakit busung lapar, kurus, bahkan meninggal dalam kelaparan dan kehausan. Sedangkan kita sudah mendapatkan begitu banyak makanan dan air, malah tidak bersyukur dan sering pula kita membuang-buang makanan.

Marilah kita sayangi berkah yang telah Tuhan berikan kepada kita. Pakailah air dan listrik seperlunya. Matikan kran air jika sudah penuh, matikan peralatan listrik jika tidak digunakan lagi. Makanlah makanan sampai habis, ingatlah satu butir nasi sejuta keringat. Para petani bekerja susah payah untuk menghasilkan beras. Para petani menanam benih, mengairi sawah, menyiangi padi, menumbuk padi, mengantarkannya sampai toko, semua ini butuh perjuangan yang sangat keras. Belum lagi ada kerja keras alam di sini termasuk cahaya matahari, angin, dan air. Marilah  kita pahami dan insafi jerih payah petani dan alam yang telah menganugerahkan nasi buat kita. Memang benar kita sudah membayar untuk mendapatkannya. Namun, sekali lagi jadilah orang yang menyayangi berkah, jadilah orang yang hidup penuh syukur, hidup hemat, dengan demikian hidup kita akan menjadi lebih indah.

Kita selalu saja merasa kekurangan dalam hal apa pun. Padahal kita telah memiliki banyak hal, namun tetap saja merasa ada yang kurang. Itulah sifat manusia yang tidak pernah puas. Kita sangat sulit sekali bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang. Orang suci memberitahukan kepada kita, “Bersyukurlah atas apa yang tidak dimiliki.” Maksudnya di sini, coba kita bersyukur atas hal-hal buruk apa yang tidak kita dapatkan dibanding orang lain. Misalnya orang lain cuma bisa makan satu kali sehari, sedangkan kita dapat makan tiga kali sehari. Orang lain tidur di kolong jembatan, sedangkan kita tidur di kasur yang empuk. Orang lain ada yang mengeluarkan banyak uang untuk berobat, sedangkan kita masih sehat walafiat. Orang lain tidak bisa beli baju sewaktu tahun baru, sedangkan kita bisa beli baju dua kali setahun.

Beberapa kali kita sering menemui orang-orang yang pergi makan malam ke restoran hotel berbintang lima hanya untuk bertemu dan berbincang-bincang. Mereka telah rela mengeluarkan uang sangat banyak, namun sayangnya mereka tidak menikmati makanan tersebut karena mereka makan sambil berbicara. Alangkah bijaksananya jika mereka makan dahulu baru berbincang-bincang. Barulah demikian mereka dapat menikmati hasil uang yang mereka bayar tersebut.

Begitulah kita sebagaimana manusia, sudah seharusnya kita menjalani kehidupan ini dengan syukur dan syukur. Menjalaninya dengan penuh kebahagiaan, sukacita, dan kegembiraan. Dengan demikian barulah kita dapat menikmati apa yang kita bayar kepada hotel berbintang lima yang disebut KEHIDUPAN. Berbahagialah orang yang hidup penuh syukur, karena kebahagiaan bukan ditentukan dari berapa banyak yang dimiliki, melainkan berapa besar rasa syukur yang kita miliki.

Hidup penuh syukur dan bersahaja itu indah. Sebenarnya yang kita butuhkan tak banyak, tetapi yang kita inginkan tak terhingga.

Penderitaan yang paling menyedihkan bukanlah orang yang hidup tanpa kebahagiaan, melainkan dia yang hidup dalam kebahagiaan namun tak menghargai kebahagiaan, hidup dalam berkah namun tak menghargai berkah.

Salam nurani

Membina Kerukunan Umat Beragama Berdasarkan Saraniya Dhamma

Kenyataan sosial-budaya menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, bangsa yang agamis, bangsa yang beragama, bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama sekarang ini bisa menjadi sesuatu yang sangat berbahaya apabila tidak dikritisi dengan seksama. Agama yang pada awalnya diperuntukkan bagi pendewasaan diri umatnya dan sebagai pedoman pengendalian diri justru menjadi salah satu pemicu kericuhan dalam masyarakat yang seringkali berakhir dengan tindakan-tindakan yang bersifat anarkis. Pada umumnya masyarakat kita begitu polos dan lugu. Sebagian besar aktivitasnya adalah demi semata-mata memenuhi kebutuhan atau menyambung hidupnya. Mereka biasanya mudah terhasut oleh sentimen-sentimen keagamaan yang disulut oleh kelompok tertentu.

Agama merupakan salah satu sumber nilai etika dan moral yang paling penting. Selain nilai etika dan moral, seringkali disebutkan nilai spiritual. Agama memiliki dogmanya masing-masing yang berbeda satu sama lainnya. Sampai detik ini, agama masih diyakini pemeluknya sebagai sumber ketenangan, keamanan, dan kedamaian. Agama juga dianggap sebagai sumber pemecahan masalah dalam kehidupan penganutnya. Tetapi, pada kenyataannya, agama tidak jarang menjadi salah satu faktor pemicu ketegangan dan konflik, baik di antara sesama penganut agama itu sendiri, maupun dengan penganut agama lain. Dalam hal ini agama justru menjadi biang keladi dari berbagai penindasan, kekerasan, peperangan, pembunuhan dan kejahatan lain atas nama agama. Agama Justru menjadi sumber permasalahan. Agama, sebagai kumpulan wahyu Tuhan, ketika dipahami dan dihadapkan dengan realitas sosial, ternyata melahirkan berbagai konflik diantara manusia (Gazali, diakses 07 maret 2008, 02:18 WIB).

Terdapat banyak agama di Indonesia, para pemeluk agama tersebut merasa bahwa agamanya yang paling benar dan agama-agama yang lain adalah salah bahkan secara ekstrim bisa dikategorikan sebagai ajaran sesat. Sikap hidup beragama seperti ini tentunya sangatlah tidak kontekstual dengan kondisi masyarakat kita yang semakin hari semakin heterogen dan plural. Bahkan apabila dilihat dengan seksama, ternyata dalam tubuh masing-masing agama sendiri muncul dan berkembang berbagai aliran yang berbeda. Misalnya Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah dalam agama Islam atau Calvinis, Injili, dan Karismatik yang terdapat pada agama Kristen (Gazali, diakses 07 maret 2008, 02:18 WIB ).

Perbedaan agama, budaya, suku, bahasa dan adat-istiadat sesungguhnya merupakan potensi dan kekayaan bangsa Indonesia yang sangat besar. Keragaman tersebut dapat menjadi potensi integrasi dan sekaligus potensi disintegrasi. Apabila perbedaan itu dikelola baik, dengan berlaku adil dan menganggap perbedaan sebagai kekayaan khazanah bangsa, maka dapat menjadi potensi integrasi yang akan membawa dalam persatuan dan kesatuan bangsa sehingga terwujudnya tujuan nasional bangsa. Sebaliknya, apabila perbedaan itu tidak dikelola secara adil, maka ia akan menjadi potensi disintegrasi bangsa yang akan menyebabkan perpecahan dan ketidakharmonisan dalam masyarakat. Karena menyimpan masalah yang besar maka agama selalu menjadi perhatian dalam masyarakat.

Masalah kehidupan beragama di masayarakat Indonesia merupakan masalah yang sangat peka diantara berbagai masalah sosial budaya lainnya. Terjadi suatu masalah sosial akan menjadi semakin rumit jika masalah tersebut menyangkut masalah agama dan kehidupan beragama. Masalah konflik antar agama yang terjadi di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Sejumlah tragedi berdarah yang dilatarbelakangi isu agama telah terjadi di Indonesia. Misalnya tragedi Situbondo, Ketapang, Ambon, dan Poso (Saputra, diakses 07 Juli 2009, 19:18 WIB). Segala persoalan yang terjadi hendaknya dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, dan dengan semangat kekeluargaan sesuai dengan ajaran agama dan pancasila.

Untuk memelihara kerukunan, dalam Dasuttara Sutta disebutkan ada enam faktor yang membawa keharmonisan dan kerukunan (Saraniya Dhamma). Ke enam faktor itu adalah: (1) Cinta kasih yang diwujudkan dalam perbuatan, (2) Cinta kasih yang diwujudkan dalam tutur kata, termasuk memberi petunjuk dan nasehat, (3) Cinta kasih yang diwujudkan dalam pikiran dan pemikiran, dengan memiliki niat baik pada orang lain, (4) Memberi kesempatan kepada orang lain untuk menikmati keuntungan atau apa saja yang diperoleh secara benar, (5) Di depan umum ataupun pribadi ia menjalankan kehidupan bermoral, tidak berbuat sesuatu yang melukai perasaan orang lain, (6) Memelihara pandangan yang bersih, tidak mempertengkarkan pendapat secara pribadi atau terbuka walau berbeda pandangan (Kaharuddin, 2004:224).